Tuesday, March 07, 2006
METAMORFOSIS TAUTAU
(Catatan 1994)
Selalu akan kutulis sesuatu yang tak sanggup kau ungkapkan.
Selalu.
Begitu pula ketika aku menemukan tautau di dinding-dinding bukit karang Tana Toraja dalam suatu perjalanan bersama I Goesti Agung Bagoes, sahabatku yang Bali, beberapa waktu lampau.
Begitu pula ketika tautau itu kemudian maujud sebagai orang-orang yang kukenal, orang-orang yang dapat kutandai, orang-orang yang ternyata bukan lagi orang karena mereka ternyata hidup sebagai dan lebih merupakan fungsi-fungsi.
Setiap hari aku berjumpa dengan manajer dan mahasiswa, direktur dan dosen, wartawan dan seniman, polisi dan politisi, tukang becak dan penjaja air; semua yang kutemui itu, ternyata, adalah fungsi-fungsi. Dan kalau kurenung-renungkan, mereka sejatinya bukan lagi manusia yang hadir dengan segala kehangatan kemanusiannya. Mereka lebih merupakan fungsi, merupakan tautau.
Lalu, dalam komunikasi antar fungsi itu, kehangatan kemanusiaan telah bergeser ke balik dinding yang sangat tersembunyi, seperti jasad yang telah ditelan gua-gua Tana Toraja itu.
Tetapi, karena aku masih percaya bahwa bagaimanapun manusia takkan bisa mati-mati, maka yang kupercaya saat ini tinggal cinta. Cinta yang entah mengapa juga telah mengungsi ke wilayah-wilayah yang lain yang sangat tersembunyi.
Sehingga, kalau aku mesti merumuskan cita-citaku, sesuatu yang sesungguhnya sangat sulit kulakukan, maka aku akan mengatakan:
Selalu akan kutulis apa yang tak sanggup kau ungkapkan.
Sesuatu yang kau tahu, kau mengerti, kau sadari, tetapi tak sanggup kau ungkapkan, kau katakan, karena memang ada sesuatu di luar sana yang sangat menentukan apa yang boleh dan apa yang tak boleh. Sejenis kesiur angin yang datang kemudian memagari bahkan angan-angan kita sekalipun.
Karena itu, kita ternyata adalah satu fase dari sebuah proses metamorfosis.
Dengan ini kubaca sajak-sajakku.
Makassar, 20 Oktober 1994
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment