Tuesday, April 11, 2006

DUA SAJAK APRIL


Jogya

engkau rampas cintaku
di sudut riuh malioboro, nun suatu tempo
dan bagai sepasang sejoli kebencian
bertahun kita berpetak umpet
dari taman sari sampai gejayan
dari bulaksumur sampai maguwo

tapakmu pernah kuendus di urat malioboro
dalam sentak birahi tertahan, namun engkau selalu menguap
persis hangat keringat di kamar-kamar kos
pada malam-malam yang panjang
kala mencoba tahu seperti apa rasanya
bercinta tanpa cahaya

jogya,
masihkah engkau di sana
mendengarkanku mengumam kangen
seperti nun dahulu
saat jejakmu kuciumi dalam birahi
di kasur kamar-kamar kos?

april, 2006


??

seperti gigil udara dinihari
lukisan takzim keindahanmu
beku dalam debar dada

-- kenangan,
kata orang-orang.
tapi aku menyebutnya keabadian.

di kyoto
aku tafakur ke arah kiblat
dalam dzikir yang resah
(selalu sebagai sedia kala)
karena bahkan dalam doa
aku terkenang pada percintaan kita yang pertama
yang membawa kita ke dusun-dusun tak bernama
wilayah rahasia dari rasa ingin tahu

dan kini,
selewat belasan musim,
seperti kata penyair itu,
aku masih selalu mendoakan keselamatamu

april, 2006

2 comments:

Anonymous said...

2 hal yg tak terbendung :

Sunyi dan kangen....

Anonymous said...

dentingan klenengan tokyo yg tertiup angin kencang hingga berbunyi tak berirama seperti detak jantung cepat mengisyaratkan kekhawatiran akan kerinduan yg amat dalam...